

Sriwijaya: Kerajaan Maritim Besar yang Menguasai Nusantara
Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan maritim terbesar yang pernah ada di Asia Tenggara. Berdiri sekitar abad ke-7 hingga ke-13 Masehi, kerajaan ini berpusat di Sumatra, tepatnya di wilayah yang kini dikenal sebagai Palembang. Sriwijaya memainkan peran penting dalam jalur perdagangan internasional dan penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara. Artikel ini akan mengupas tuntas sejarah, kejayaan, dan warisan budaya dari Kerajaan Sriwijaya.
Asal-Usul Kerajaan Sriwijaya
Nama “Sriwijaya” berasal dari bahasa Sanskerta, dengan arti “kemuliaan yang gemilang.” Bukti pertama tentang Sriwijaya ditemukan dalam catatan perjalanan pendeta Buddha asal Tiongkok, I-Tsing, yang singgah di kerajaan ini pada tahun 671 M. Catatan I-Tsing menyebutkan bahwa Sriwijaya telah menjadi pusat pembelajaran agama Buddha yang terkenal.
Selain itu, prasasti-prasasti kuno seperti Prasasti Kedukan Bukit (682 M), Prasasti Talang Tuo, dan Prasasti Kota Kapur memberikan gambaran tentang awal mula dan wilayah kekuasaan Sriwijaya.
Kejayaan Sriwijaya sebagai Kerajaan Maritim
Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-8 hingga ke-10 Masehi. Kerajaan ini menguasai jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, yang menjadi pintu utama perdagangan antara India dan Tiongkok. Posisi strategis ini menjadikan Sriwijaya sebagai pusat perdagangan internasional yang ramai dengan komoditas seperti rempah-rempah, emas, dan hasil hutan.
Sebagai kerajaan maritim, Sriwijaya memiliki angkatan laut yang kuat. Armada lautnya digunakan untuk mengamankan jalur perdagangan dan memperluas pengaruh ke wilayah sekitarnya, termasuk Semenanjung Malaya, Jawa, hingga sebagian Kalimantan dan Sulawesi.
Peran Sriwijaya dalam Penyebaran Agama Buddha
Sriwijaya dikenal sebagai pusat pembelajaran agama Buddha Mahayana di Asia Tenggara. Banyak biksu dan pelajar dari berbagai negara datang untuk belajar di Sriwijaya. Salah satu bukti nyata adalah kunjungan I-Tsing yang memuji Sriwijaya sebagai tempat belajar bahasa Sanskerta dan teks-teks Buddha.
Raja-raja Sriwijaya juga mendukung penyebaran agama Buddha dengan membangun berbagai vihara dan pusat studi, termasuk mendukung pembangunan Candi Borobudur di Jawa Tengah. Hubungan erat Sriwijaya dengan kerajaan-kerajaan Buddhis di India dan Tiongkok memperkuat perannya sebagai pusat keagamaan regional.
Faktor Kejatuhan Sriwijaya
Meskipun Sriwijaya mengalami kejayaan yang luar biasa, kerajaan ini akhirnya mengalami kemunduran. Beberapa faktor utama penyebab kejatuhannya antara lain:
- Serangan Kerajaan Lain
Sriwijaya menghadapi serangan dari Chola, kerajaan di India Selatan, pada tahun 1025 M. Serangan ini melemahkan kekuatan militer dan ekonomi Sriwijaya. - Perubahan Jalur Perdagangan
Perubahan jalur perdagangan internasional, terutama setelah jalur darat menjadi lebih populer, mengurangi pengaruh Sriwijaya di perdagangan maritim. - Kebangkitan Kerajaan-Kerajaan Lokal
Kemunculan kerajaan-kerajaan besar seperti Majapahit dan Singasari di Jawa menggeser pusat kekuasaan politik dan ekonomi dari Sriwijaya.
Warisan Budaya Sriwijaya
Meskipun kerajaan ini telah runtuh, warisan Sriwijaya masih dapat ditemukan hingga saat ini:
- Arsitektur dan Seni
Sriwijaya meninggalkan jejak seni Buddha yang kaya, termasuk patung dan prasasti. Salah satu peninggalan penting adalah Patung Buddha Amoghapasa yang ditemukan di Jambi. - Pengaruh Maritim
Warisan sebagai kerajaan maritim terlihat dari tradisi bahari yang masih hidup di wilayah pesisir Sumatra dan Semenanjung Malaya. - Literatur Sejarah
Prasasti dan catatan asing tentang Sriwijaya menjadi sumber utama bagi penelitian sejarah Asia Tenggara.
Kerajaan Sriwijaya adalah bukti kejayaan peradaban maritim di Nusantara. Dengan pengaruhnya yang meluas dalam bidang perdagangan, agama, dan kebudayaan, Sriwijaya memainkan peran penting dalam sejarah Indonesia dan Asia Tenggara. Meskipun kerajaan ini telah lama runtuh, warisannya tetap hidup dan menjadi kebanggaan sejarah bangsa.
Sriwijaya mengajarkan kita tentang pentingnya visi strategis dalam memanfaatkan posisi geografis, serta pentingnya keberagaman budaya sebagai kekayaan peradaban.